Aku amat sangat ingin menangis, tapi aku tak bisa. Hatiku terlalu pedih untuk menerima kenyataan, bahkan untuk menangis pun sampai tak sanggup. Entah apakah aku sulit untuk dapat melepaskan semua ini dengan menangis. Kesedihanku makin menjadi-jadi begitu tahu bahwa dia lebih takut orang itu tahu kalau aku ada, dibandingkan sebaliknya. Aku lemas, kepedihanku membuncah. Mataku mulai tergenang tapi beban itu tetap tak bisa lepas dari pelupuk mataku, mengalir seiring derasnya air mataku- seandainya bisa aku keluarkan. Aku tak percaya pengkhianatan itu terlalu sakit untuk dihadapi, apalagi bila aku tak bisa berbuat apa-apa untuk membuktikannya. Mungkin aku memang tak pantas untuk dicintai, tak akan pernah pantas. Mungkin pula ini balasan yang harus kuterima saat dulu dengan seenaknya mengkhianati yang lain.
Aku tahu itu sakit, tapi tak pernah sesakit ini. Ini kedua kalinya aku meratapi kejatuhanku.kejatuhan mental yang amat sangat. Aku tak bisa menerimanya, tapi aku harus menghadapi kenyataan bahwa tak sepenuhnya dia mencintaiku. TIDAK DI KENYATAANNYA. Dan itu amat sangat sakit. Sakit. Sampai aku tak mampu menyebutkan seberapa parah sakitnya. Sampai air mata membendung mataku tapi tak bisa mengalir membasahi pipiku. Aku ingin menangis, Tuhan. Aku ingin seperti wanita normal lain bila hatinya tersakiti. Tapi aku tak bisa. Terkadang rasanya seperti malu pada diriku sendiri. Malu menerima kenyataan kalau aku terlalu rapuh untuk menghadapi hidup. Aku terlalu buta untuk menderita menghadapi kebohongan. Hingga tak ada ekspresi yang tepat untuk itu. Harusnya aku tahu. Harusnya aku percaya itu dari dulu. Aku terlalu banyak bermimpi, terlalu hanyut pada cerita dongeng konyol yang bahkan tak pernah mendekati akhir yang sempurna. Yah, setidaknya buatku.
Hati ini tak kuat, saudaraku. Belum cukup kuat untuk menerima kabar menyakitkan. Harusnya aku paham, tak ada laki-laki yang hanya bisa mencintai satu wanita saja. Dengan rasio perbandingan 4:1. Ya... tak akan pernah seimbang. Tak akan pernah.
Aku masih tak bisa menangis. Kesedihanku terkikis seiring banyaknya kata yang sanggup aku tumpahkan disini. Aku memang bukan orang yang ekspresif dalam mengungkapkan isi hati. Hanya kekalutan yang terlihat olehmu, saudaraku.
Sayang, aku sedih. Amat sedih. Andai kamu bisa melihat keadaanku sekarang disini. Memikirkan kamu yang pikiran dan hatinya jauh terpancang disana. Sayang kamu tahu, aku sudah pernah mengalah untukmu? Memilih untuk pilihan yang tak ingin kupilih untuk disayang atau dibuang. Aku berkorban hati cuma untuk kita. Bila ada dua orang ibu yang berebut bayi, tak mungkin kan bayi itu dibelah dua? Cinta itu harus utuh, sayang. Walaupun tak sepenuhnya berbentuk sempurna. Aku tak ingin mendapatkan bayi yang terbelah. Aku ingin dia utuh. Satu. Bila itu untuk aku. Sudah ada yang mengalah, sayang, dan memberikan hati ini untuk kamu. Walaupun, seperti yang ku bilang, tak sepenuhnya sempurna, tapi itu satu.
Aku tak bisa mengeluarkan kata itu tanpa rasa sakit, sayang. Karena aku tau, aku mungkin akan kalah. Aku kalah segalanya. Bahkan aku kalah memiliki hatimu secara utuh. Mungkin aku yang tak sanggup, atau aku yang memang tak akan pernah pantas untuk itu.
Saturday, 07 March 2009 at 01:28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Spend your words here!!